Bersepeda dan Berbagi Sambil Melihat Sejarah Mataram Islam di Kotagede

Jumat, tanggal 22 Oktober 2021 Bagian Kesejahteraan Rakyat Kota Yogyakarta bersama DP3AP2KB Kota Yogyakarta, JogjaBike dan Grab melaksanakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap Jumat pagi, yaitu Dodolan Kampung. Agenda Dodolan Kampung kali ini, menyusuri Kampung Kedhaton Kelurahan Purbayan Kemantren Kotagede dan Kampung Celeban Kelurahan Tahunan Kemantren Umbulharjo.

Pada agenda Dodolan Kampung kali ini selain bersepeda untuk melihat potensi yang ada di Kampung Kedaton Bagian Kesejahteraan Rakyat bersama DP3AP2KB Kota Yogyakarta, JogjaBike dan Grab juga berkesempatan untuk membagikan 100 paket sembako kepada lansia, warga yang kurang mampu, warga disabilitas dan penderita stunting. Sembako diberikan secara simbolis kepada perwakilan warga oleh Wakil Walikota Yogyakarta Heroe Poerwadi. Salah satu target pemberian sembako adalah penderita stunting dimana hal tersebut merupakan salah satu yang dilaksanakan Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mewujudkan Zero Stunting di Kota Yogyakarta.

“Ini adalah kegiatan bersama Pemerintah Kota Jogja, Grab, dan JogjaBike. Kita berbagi sembako untuk memperkuat kerja sama kita. Ini adalah bentuk perhatian dari teman-teman korporasi untuk menunjukkan upaya memajukan Gandeng Gendong, sebagai upaya kita bersama merespon kondisi terkini,” terang Heroe Poerwadi dalam sambutannya.

Selain membagikan sembako peserta Dodolan Kampung juga berkesempatan untuk melihat sejarah Mataram Islam yang ada di Kampung Kedhaton Kemantren Kotagede. Kotagede sebagai bekas Ibukota Kerajaan Mataram Islam memiliki beberapa peninggalan bersejarah. Kotagede atau yang dulunya bernama Alas Mentaok, tempat bertahtanya Panembahan Senopati menyimpan banyak cerita di setiap peninggalannya. Tepat di sisi selatan Makam Raja Mataram itu terdapat benda peninggalan sejarah yakni Watu Gilang, Watu Gatheng dan Watu Genthong.

Menurut cerita turun temurun yang beredar di masayarakat sekitar, Watu Gilang ini adalah singgasana raja Mataram Islam yang pertama yaitu Panembahan Senopati. Ketika memandang Watu Gilang, akan nampak cekungan sebesar kepala orag dewasa di salah satu sisinya. Menurut cerita yang beredar, cekungan tadi merupakan bekas benturan kepala Ki Ageng Mangir yang dihempaskan oleh Panembahan Senopati ketika menghaturkan sembah.

Alasan Panembahan Senopati membenturkan kepala Ki Ageng Mangir adalah karena Ki Ageng Mangir adalah pemberontak bagi kerajaan Mataram yang sudah kawin lari dengan puteri Panembahan Senopati bernama Pembayun.

Selain Watu Gilang, terdapat pula Watu Gatheng. Watu Gatheng berjumlah 3 buah dengan ukuran yang berbeda. Beratnya dari yang paling kecil sekitar 5 kilogram, kemudian yang besar 20 kilogram lalu yang paling besar 25 kilogram. Pada zaman dahulu, Watu Gatheng digunakan untuk bermain oleh Raden Rangga yang tak lain adalah Putra Panembahan Senopati.

Dan yang terakhir adalah Watu Genthong. Watu Genthong ini merupakan tempat air yang biasa untuk bersuci atau dipergunakan untuk wudhu  oleh Ki Juru Mertani dan Ki Ageng Giring, yang keduanya adalah penasihat Panembahan Senopati.